Model Studi Hadits Kontemporer

Kata Hadits menurut bahasa berarti al-jadid (sesuatu yang baru), lawan kata dari al-qadiim (sesuatu yang lama). Kata hadits juga berarti al-khabar (yaitu sesuatu yang di pecakapkan dan dipindahkan dari seseorang kepada orang lain). Hadits kemudian didefenisikan sebagai ucapan, perkataan, perbuatan dan ketetapan Rasulullah SAW. Hadits, di lihat dari sudut kuantitas, atau jumlah rawi, diklasifikasikan dengan Hadits mutawatir dan hadits ahad
1.     Kajian Sirah Nabi

Nabi Muhammad adalah symbol dari sifat kemanusiaan yang sempurna. Mengkaji tentang Nabi, tidak akan lepas dari sejarah. Hal ini sulit dihindari, karena terjadi kesenjangan zaman yang begitu panjang antara Nabi dengan kita. Disinilah peran sejarah yang sangat urgen, yang akan memberikan data atau bukti historis yang bisa diinterpretasikan lebih jauh tentang perjalanan hidup Nabi.
Sebagai sosok yang popular, pribadi Nabi memiliki low tradition dan high tradition. Yang masuk dalam kategori high tradition, adalah ia sebagai uswah hasanah. Earle H. Waugh, termasuk orang yang ragu dengan pendekatan sejarah dalam mengungkap tentang perjalanan hidup hidup Nabi. Ia tidak percaya dengan pendapat bahwa cerita sejarah kehidupan Nabi bisa membantu kita memahami Nabi Muhammad.
Bahkan, dengan pendekatan sejarah ini, kita hanya mendapat sedikit cerita tentang kelahirannya, sebelum ia menjadi manusia berpengaruh. Karena keraguannya terhadap pendekatan sejarah untuk mengungkap Nabi, ia menggunakan teori model, dalam menginterpretasikan/menafsirkan  Nabi Muhammad yang kharismatik (uswah hasanah).
Konsep model ini pertama kali digunakan oleh seorang ahli matematika Eugeno Betromi dan Felix Cline untuk membantu menjelaskan geometri non Euclidean kemudian diadopsi oleh ahli logika matematika, seperti Gottolob Frege dan Bertrad Russel. Dari sini model dimanfaatkan dalam bahasa pertama kali oleh F. Hockett pada tahun 1954.
Dalam Sirah, Ibnu Ishaq memaparkan setting Nabi, dimana Quraysy mempunyai tradisi untuk mengelola kekuasaan secara terus menerus. Ketika Tuhan mengutus Muhammad, ia mempertimbangkan lagi tradisi itu. Ia berpendapat bahwa kekuasaan mereka didasarkan atas kontinuitas tradisi agama leluhur.
Mereka adalah pengikut Tuhan, Tuhan berperang untuk mereka dan merintangi serangan musuh-musuh mereka. Mereka mencari agama sejati dengan menyembah batu.
Selama kehidupan Nabi, terjadi antagonism antara Ansar dengan kelompok Wurays yang masuk Isam pada masa-masa akhir. Konflik ini, kata Waugh, dipecahkan oleh Nabi dalam sebuah pertemuan yang secara khusus membahas ketidakpuasan di kalangan Ansar, ketika Nabi memberikan hadiah Quraysy dan Baduwi. 
Karena konfronitasi ini Nabi bersabda: “Sebenarnya kamu mempunyai aku, sementara mereka semua memiliki makanan dan sekutu. Apakah kamu bingung karena suatu yang baik dalam kehidupan ini, dimana saya menang atas mereka sehingga mereka menjadi muslim, sementara aku mempercayaikamu karena keislamanmu? Apakah kamu tidak puas bahwa orang-orang yang akan menarik sekutu dan kawanan, sementara kamu mengingat kembali dirimu tentang Rasul Allah? Demi Allah, yang jiwa Muhammad berada di tanganNya, saya akan menjadi salah seorang Ansar, dan jika semua orang berjalan dengan suatu cara, dan Anshor dengan cara lain, saya akan mengambil jalan ansar”
Setelah mendengar penjelasan dari Nabi tersebut, kaum Ansar menangis sambil berkata: “Kami puas dengan Rasulullah sebagai sekutu dan bagian kami.”

2.     Kajian Komparasi

Dalam melakukan penilitian Hadits, Rahman menemukan dua model tipologi yang kontradiktif; pemikiran tradisionalis dan pemikiran modernis. Dua model tipologi di atas bagi Rahman merupakan problem epistemologis, karena dalam praktiknya setiap kali ia melakukan studi dengan obyek apapun ia selalu dibayangi oleh dua wajah tipologi keagamaan dengan karakteristik yang berbeda.
Karakteristik dari pemikiran kelompok pertama adalah tekstualis, literalis formalis dan normative-doktriner. Sementara karakteristik pemikiran kelompok kedua adalah pluralis, humanis, liberalis dan kadang sekularis.

Perbedaan di atas menyadarkanRahman pada upayanya untuk membangun konsep-konsep Sunnah dan Hadis yang lebih general dan tidak parsial. Rahman menemukan bahwa antara dua tipologi diatas terjadi perbedaan yang tajam dan tidak ada titik temu. Maka Rahman berusaha untuk mengembalikan posisi Hadis pada posisinya semula, yatu menjadi Sunnah dan tradisi yang hidup.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Model Tafsir Sastra dan Metode Tafsir Al-Qur'an

Studi Al-Qur'an dan Hadits di Era Kontemporer